Turyati


Bulir Peluh Ayah

Kulihat senyumnya mengembang setiap hari
Dia berdalih dari peliknya hidup
Urat menjulang di pelipis jadi saksi
Berkata kepala sudah jadi kaki
            Ayahku tampan berambut ikal bergelombang
            Mati – matian banting tulang
            Demi anak, demi harapan hari depan
            Mengadu asa lewat dinding –dinding sekolah
Ladang salak jadi kacamata
Dibawa kemana- mana, di harap kapan saja
Entah sudah berapa bulir keringat menetes
Membanjiri ladang – ladang tanpa irigasi
            Sungguh perjuangan selangit
            Perjuangan tanpa ukur tanpa batas
            Ayah, ingin segera kupersembahkan toga untukmu
            Untuk mengganti bullir peluh itu
0 Responses

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.