Bulir
Peluh Ayah
Kulihat
senyumnya mengembang setiap hari
Dia
berdalih dari peliknya hidup
Urat
menjulang di pelipis jadi saksi
Berkata
kepala sudah jadi kaki
Ayahku tampan berambut ikal
bergelombang
Mati – matian banting tulang
Demi anak, demi harapan hari depan
Mengadu asa lewat dinding –dinding
sekolah
Ladang
salak jadi kacamata
Dibawa
kemana- mana, di harap kapan saja
Entah
sudah berapa bulir keringat menetes
Membanjiri
ladang – ladang tanpa irigasi
Sungguh perjuangan selangit
Perjuangan tanpa ukur tanpa batas
Ayah, ingin segera kupersembahkan
toga untukmu
Untuk mengganti bullir peluh itu
Posting Komentar